cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Wednesday 13 January 2016

November Rain

Ini bukan cerita tentang November yang basah. Karena toh bulan November kemarin di tempat tinggal saya memang belum turun hujan. Bukan pula saya akan bercerita tentang puisi, atau syair lagu nan romantis.

November kemarin adalah November hujan untuk hati saya. November yang basah. Bisa dikatakan bulan itu adalah masa terberat selama 5 tahun pernikahan saya.

Suami dirawat di RS dengan diagnosa TB paru. Menyebut penyakit ini membuat kepala saya mendadak terasa berat dan perut mual. TB memang bukan penyakit kutukan yang tidak bisa disembuhkan, tapi pengobatan yang lama, disiplin, dan kemungkinan penularan yang besar sudah sungguh menguras pikiran saya. Saya berada dalam masa ter-stress selama hidup saya sepertinya. Menjaga suami yang sakit di rumah sakit, sambil mengasuh balita berumur 4,5 tahun, dan merawat bayi 6 bulan memerlukan tidak cuma tenaga dan waktu. Tapi juga pikiran dan perasaan. Terlebih di masa-masa kritis itu ternyata pikiran dan perasaan negatif yang justru dominan. Alhasil saya capek luar dalam.

Pikiran dan emosi negatif itu diperkuat dengan Edsel yang 3 bulan terakhir berat badannya terus turun, batuk sudah hampir 3 minggu. Duh Gusti,...belum selesai shock saya, selama 3 hari dirawat ternyata suami tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan, malah sepertinya tambah parah. Badannya semakin lemah, intensitas batuk dahak dengan darah (!!) semakin tinggi.

Selama usia anak-anak saya, saya tidak pernah mengasuh anak sendiri. Selalu ada suami yang ikut membantu dan menguatkan saya dalam kondisi apa pun. Sehingga saya bisa menjalani peran sebagai ibu bekerja dengan manis. Bahkan ketika masa-masa anak-anak sering terbangun malam, suami saya lah yang menidurkan kembali agar saya tidak kecapekan karena harus bolak-balik bangun. Sehingga saya sering bersyukur, "Ah apa jadinya jika saya harus mengasuh anak sendiri tanpa dukungan suami". Belum lagi jika dilihat persentase ketergantungan saya pada suami, waduh. Saya ini benar-benar istri yang manja. Pilek sedikit, ah ada suami yang bantu jaga anak-anak. Pusing dikit, ah ga usah masak, suami dengan suka rela akan membelikan makanan untuk semuanya. Urusan motor? Saya nol besar. Saya ini tahunya hanya pakai. Urusan bensin, servis, cuci motor, dll saya mah ga pernah tau. Kalo mau berangkat kerja, ga ada cerita saya manasin motor atau minimal lap-lap, ga ada.

Sehingga ketika tiba-tiba saya dihadapkan pada kenyataan suami dirawat, saya benar-benar limbung. Terlebih selama perjalanan rumah tangga kami, belum pernah kami diberi cobaan yang 'berat'. Palingan hanya yang ringan-ringan dan mudah. Jadi peristiwa itu seperti memaksa saya untuk bangun dan kuat, bukan melulu berleha-leha. Bukan melulu menggantungkan diri pada suami.

Alhamdulillah ketika suami dipindah rawat di RS Paru Surakarta, kondisi berangsur membaik. Dan setelah 4 hari di sana, suami dibolehkan pulang. Maka, ujian selanjutnya menunggu saya. Karena ayahnya positif TB paru, maka saya dan anak-anak juga harus diskrinning. Bayangkan betapa melelahkannya membawa dua balita hampir setiap hari bolak-balik ke rumah sakit. Karena tes untuk mendeteksi TB pada anak-anak bukan tes yang langsung bisa dilihat hasilnya hari itu juga. Tes yang namanya kerennya Mantoux ini, harus dilihat indurasinya minimal 3 hari sesudah penyuntikan. (Mudah-mudahan tentang tes Mantoux bisa saya tulis di postingan tersendiri). Padahal jarak dari rumah ke rumah sakit paru itu tidak kurang dari 80 km.

Thanks God, saya dan anak-anak negatif TB setelah melalui rangkaian tes. Karena saya dan anak-anak tidak ada keluhan batuk lama, penurunan berat badan, nafsu makan, atau keluhan lainnya maka saya hanya perlu pemeriksaan rontgen dada. Sedangkan si Ed rontgen dada dan tes Mantoux. Akis cukup tes Mantoux saja.

Saking seringnya kesini dan saking seringnya antri jadi udah ga canggung aja gleseran kayak gini di koridor

Yang bikin saya tetap termehek-mehek adalah meskipun anak-anak negatif, tapi mereka tetap harus minum profilaksis (pencegahan), yaitu tablet INH. INH itu sebenarnya juga salah satu obat TB tapi dikombinasikan dengan beberapa obat lain. Kalo untuk pencegahan cukup minum INH saja. Si INH ini harus diminum setiap hari selama ayahnya dalam masa pengobatan. Berarti minimal 6 bulan. 

Ahhh...termehek-meheklah daku.


0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena